memang ngga sesederhana itu sih klo mo bikin pusat perbelanjaan. karena fakta dilapangan banyak membuktkan beberapa mal atau terutama supermarket yang kesannya "hidup segan mati tak mau" (hmm... kayak judul lagu dangdut

)
klo dosen yang bilang pasar hanya dapat terjadi secara alami, saya kurang sependapat. walau tidak menyalahkan sepenuhnya, namun secara pribadi saya kurang respek thd para dosen yang hanya bermain teori, tanpa pernah terjun langsung dalam dunia usaha yang real. (ana ngga nuduh dosen ukhti lho).
yeah, ini karena biasanya kalangan akademis lebih berpatokan pada banyak dan jelimetnya teori2. buat apa penelitian yang besar2an misalkan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mengenal suatu produk, padahal prakteknya sebuah laporan penelitian biasanya sebagian cuma "akal2an", terutama ketika pengambilan sampel.
mengutip kalimat tung desem waringin, "show me the money". ngga penting seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk mengetahui respon thd suatu produk, yang penting seberapa besar uang yang bisa dihasilkan. dengan kata lain, ngga penting seberapa banyak orang tahu, yang penting seberapa banyak orang beli.
hmm... nyambung ngga ya?
hehehe, yang diatas adalah argumen singkat untuk kalangan yang cuma biasanya bermain teori dan kaku tidak fleksibel.
saya cenderung sepakat klo pasar itu dbentuk. ngga alami. sebagimana ngga mungkin alam ini tercipta dengan sendirinya. ada "skenario" dibelakangnya, baik yang terencana maupun tidak. sayangnya kita ngga jeli melihatnya, sehingga menganggapnya terjadi secara alami.
adapun kasus supermarket yang hidup segan mati tak mau adalah contoh konkrit dari tidak berhasilkan menciptakan pasar. ngga heran kreativitas dan inovasi terus-menerus dilakukan. ngga boleh cuma kayak air mengalir. coca-cola aja yang sudah berumur ratusan tahun dan menjadi brand internasional, sampai saat ini tidak berhenti melakukan inovasi, terutama dalam hal marketing, walau sudah menjadi produk nomer satu. ngga sedikit dana yang dikeluarkan untuk biaya marketing.